PEMBELAJARAN KECAKAPAN EMOSI “PROBLEM SOLVING” AWAL MASA ANAK DENGAN FILM KARTUN “DORA THE EXPLORER”
Gesha Rahmalia
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak
Fenomena pengaruh program televisi (TV) kartun semakin semarak tetapi jika anak – anak menonton program TV kartun yang tepat dan tidak berlebihan maka akan menimbulkan pembelajaran yang positif. Pembelajaran yang terkandung memang tersirat dan bermacam – macam, seperti pembelajaran kecerdasan emosional. Tokoh atau karakter, alur cerita dan hal yang terkandung dalam kartun memberikan pembelajaran kecerdasan emosional secara tidak langsung. Film kartun yang memiliki edukasi yang baik untuk anak – anak salah satunya, yaitu “Dora The Explorer”. Dalam kartun Dora, menunjukan petualangan menarik untuk memecahkan masalah yang ada, membantu sesama dan melakukan keterampilan – keterampilan lain. Hal ini dapat meningkatkan kecerdasan emosi anak dalam masa perkembangannya khususnya pada awal masa anak. Kecerdasan emosi yang dimiliki anak akan menjadi suatu kecakapan emosi. Kecakapan emosi merupakan interpretasi dari kecerdasan emosi. Salah satu sikap yang merupakan contoh anak memiliki kecakapan emosi tinggi, yaitu memiliki keterampilan problem solving (penyelesaian/pemecahan masalah). Pembelajaran problem solving sejak dini merupakan hal yang penting agar sang anak dapat menyelesaikan permasalahan dalam tugas perkembangannya dengan baik. Dengan kartun edukasi yang berjudul “Dora The Explorer”, anak dapat belajar kecakapan emosi khususnya keterampilan problem solving untuk bekal mereka dalam menuntaskan tugas perkembangan pada awal masa anak.
Kata kunci : Pembelajaran, kecerdasan, kecerdasan emosional, kecakapan, kecakapan emosi, problem solving, awal masa anak, kartun “Dora The Explorer”
Pendahuluan
Fenomena pengaruh televisi terhadap anak semakin semarak. Banyak program televisi khususnya kartun, yang kurang baik untuk ditonton oleh anak – anak dan kurang ada pengawasan orang tua. Terdapat beberapa fakta tentang permainan anak – anak yang menyebabkan kematian misalnya seorang anak bermain perang – perangan dengan temannya menirukan laga dari karakter jagoan yang ada dalam film kartun favoritnya dan menyebabkan kematian temannya.
Bermacam – macam film kartun tersebar pada stasion TV swasta. Film kartun memang merupakan produk program TV yang paling disukai anak - anak walaupun tidak menutup kemungkinan film kartun tidak memiliki batas usia penggemarnya. Film kartun khusus untuk anak – anak seharusnya bersifat edukatif agar dapat menjadi pembelajaran yang baik untuk perkembangan anak. Sudah ada beberapa film kartun anak yang ditayangkan dan bersifat edukatif seperti kartun “Dora The Explorer” tontonan yang dikhususkan untuk awal masa anak.
Film kartun petualangan edukatif dapat berpengaruh positif pada kecerdasan emosional anak jika ditonton dengan intensitas sedang (cukup) dan tidak terlalu sering. Terjadi pembelajaran secara tidak langsung maupun langsung dari film kartun yang ditonton anak. Pembelajaran ini khususnya dalam hal emosional yang disajikan oleh kartun seharusnya dapat sesuai dan positif.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Daniel Goleman mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen penting, yaitu mengenali emosi, mengelola emosi, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
Mengenali emosi diri – kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
Mengelola emosi, yaitu menengani emosi sendiri agar berdamapak positif bagi pelaksana tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmaan sebelum tercapainya suatu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi.
Motivasi diri, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
Mengenali emosi orang lain – empati, yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oarang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat.
Membina hubungan, yaitu kemampuan megendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang alin, cermat mmebaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Sejumlah penelitian terbaru mengenai otak manusia semakin mempekuat keyakinan bahwa emosi mempunyai pengaruh yang besar dalam menetukan keberhasilan belajar anak. Penelitian LeDoux misalnya menunjukan betapa pentingnya integrasi anatara emosi dan akal dalam kegiatan belajar. Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak akan berkurang dari yang dibutuhkan untuk menyimpan pelajaran dalam memori. Hal ini karena pesan-pesan dari indera-indera kita – yaitu dari mata dan telinga – terlebih dahulu tercatat pada struktur otak yang paling terlibat dalam memori emosi – yaitu amigdala – sebelum masuk ke dalam neokorteks. Perangsang amigdala agaknya lebih kuat mematrikan kejadian dengan perangsang emosional dalam memori. Semakin kuat rangsangan amigdala, semakin kuat pula pematrian dalam memori (Desmita, 2005).
Hal ini mengakibatkan pembelajaran kecerdasan emosi sangat penting dilakukan. Tanpa disadari pembelajaran kecerdasan emosi secara tidak langsung terutama dilakukan oleh TV yang menjadi media yang digemari anak – anak. Kecerdasan emosional yang terbentuk akan menjadi keterampilan khusus yang dinamakan kecakapan emosi. Kecakapan emosi merupakan interpretasi dari kecerdasan emosional. Emosi memegang peranan penting dalam kesuksesan hubungan anak dengan teman sebaya. Pengaturan emosi adalah aspek penting dalam berhubungan dengan teman sebaya. (Santrock, 2007)
Pembelajaran Awal Masa Anak
Individu merupakan suatu kesatuan antara jasmaniah - ruhaniah dan tidak dapat dipisahkan. Dalam tiap fase individu memiliki kategori tersendiri. Pada fase awal individu mengelami masa pranatal, masa bayi dan masa kanak-kanak. Pada masa kanak – kanak terbagi lagi menjadi tiga fase masa anak, yaitu awal masa anak, masa tengah dan akhir masa anak. Pada awal masa kanak - kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari suatu keterampilan tertentu. Alasannya, anak lebih senang mengulang-ulang suatu aktivitas, anak-anak masih memiliki sifat pemberani yang lebih besar, anak akan lebih mudah dan cepat belajar karena tubuhnya masih sangat lentur dan keterampilan yang dimiliki masih sedikit sehingga keterampilan yang baru tidak mengganggu keterampilan yang sudah ada. Untuk itu pembelajaran keterampilan perlu dilakukan kepada anak.
Pembelajaran merupakan proses belajar individu dalam setiap fase tugas perkembangannya. Belajar adalah perkembangan yang berasal dari setiap latihan dan usaha pada pihak individu. Oleh karena itu, pembelajaran merupakan salah satu hal yang mempengaruhi perkembangan individu. Ini berarti setiap individu mengalami proses belajar untuk mencapai kematangan dalam perkembangannya.
Kecerdasan dan Kecakapan Emosi
Untuk menjadi individu yang memilki kecerdasan tinggi pun perlu belajar dan dilatih. Sama hal-nya dengan bakat, kecerdasan merupakan bawaan sejak lahir tetapi bukan hanya faktor itu saja yang menentukan kecerdasan seseorang. Ada faktor pendukung lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan individu, yaitu faktor lingkungan, stabilitas intelegensi, faktor kematangan, faktor pembentukan, minat - pembawaan yang khas, dan kebebasan. Jadi, kecerdasan individu tidak hanya ditentukan dari satu faktor tetapi pada keseluruhan faktor karena kecerdasan merupakan faktor total. Kecerdasan adalah pemahaman dan kesadaran individu terhadap apa yang dialaminya dan di dalam pikirannya, pengalaman ini diubah menjadi kata -kata atau angka.
Menurut pandangan kontemporer, kesuksesan hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual melainkan juga oleh kecerdasan emosi. Istilah kecerdasan emosional dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil penelitian para neurolog bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Berdasarkan hal tersebut Goleman menyimpulkan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran emosional digerakan oleh emosi. Menurut Goleman otak memiliki bagian rasional dan emosional yang saling bergantung. Kecerdasan emosi menyangkut angka kapasitas mental yang didasari kepekaan emosi, penyadaran, dan kemampuan mengatur emosi.
Kecerdasan emosional anak diamati dari perilaku mereka dalam mengendalikan marah, mengekspresikan kegembiraan, menyelesaikan pekerjaan dan empati kepada teman lain yang terkena musibah, serta kepopuleran mereka. Jika anak yang sudah dapat dikatakan memiliki kecerdasan emosi maka dengan otomatis anak tersebut akan cakap dalam mengelola emosinya. Kecakapan (skill) merupakan suatu keterampilan yang harus selalu dilatih dan membutuhkan pembelajaran untuk mendalami bidang tertentu. Kecakapan anak akan optimal bila semua potensinya dikembangkan, seperti daya pikir, daya serap dan emosi. Kecakapan emosi merupakan keterampilan individu dalam mengelola emosinya dan interpretasi dari kecerdasan emosi yang ia miliki. Semakin anak mengenal jenis-jenis perasaan maka semakin besar potensi kecakapan emosinya. Salah satu ciri - ciri anak yang memiliki kecakapan emosi tinggi, yaitu aktif berfantasi dan kreatif dalam memecahkan/menyelesaikan masalah (problem solving).
Problem Solving
Masalah merupakan satu hal yang harus dihadapi individu agar dapat menyelesaikan tugas perkembangan pada setiap fase perkembangannya, mulai dari masa konsepsi hingga akhir hayat. Masalah dihadapi dengan cara-cara yang bersifat personal. Masalah juga ada dalam kehidupan anak. Oleh karena itu hendaknya orang tua sejak dini telah memberikan pendidikan problem solving terhadap anaknya sehingga nantinya sang anak lebih mampu menghadapi permasalahan-permasalahan yang lebih beraneka ragam dengan baik. Kemampuan memecahkan masalah adalah bagian dari proses perkembangan seorang anak dalam hidupnya. Problem solving merupakan cara dan upaya individu untuk menyelesaikan masalahnya. Untuk dapat menyelesaikan masalah dengan baik, anak harus diberikan keterampilan problem solving. Bagaimana seorang anak menganggap suatu masalah, apa yang seharusnya dilakukan, sikap apa yang seharusnya ditunjukan, solusi apa yang seharusnya diambil, bagaimana seharusnya menunjukan suatu gejolak emosi, dan bagaimana membuat energi negatif menjadi suatu energi positif. Pemahaman anak tentang problem solving seharusnya dilakukan sejak dini karena anak memerlukan keterampilan untuk menyelesaikan masalahnya dalam menyelesaikan tugas perkembangannya. Cara setiap anak melakukan penyelesaian masalahnya memang berbeda-beda, hal ini karena setiap anak memiliki intelegen atau kecerdasan dan kreatifitas berbeda – beda sehingga para orang tua tidak perlu untuk memaksakan anak untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara anak lain lakukan. Semakin unik dan orisinil cara yang digunakan anak untuk melakukan keterampilan problem solving-nya maka semakin cerdas dan kreatif pula anak tersebut.
Film Kartun “Dora The Explorer”
Film kartun yang ditayangkan pada layar TV merupakan program yang khusus didesain untuk anak-anak. TV bagi anak adalah sesuatu yang menyenangkan, merupakan teman bermain ketika anak merasa kesepian dan salah satu motif mereka menonton TV adalah mempelajari sesuatu. Film kartun juga menyajikan keterampilan-keterampilan emosional dan sosial yang merupakan parameter kecerdasan emosional. Lakon-lakon emosional dan sosial yang dimainkan oleh tokoh-tokoh film kartun walaupun berupa realitas semu (tidak nyata), akan terekam dalam gudang emosi anak dan melalui suatu proses belajar, hal itu akan menjadi acuan jika anak berhadapan dengan situasi yang relevan.
Metode pembelajaran problem solving yang ditujukan kepada anak sangat beragam. Salah satunya pembelajaran ini terkandung pada kartun edukasi khusus anak-anak. Film kartun “Dora The Explorer” salah satunya, yang merupakan serial animasi dibuat oleh Chris Gifford, Valerie Walsh, Eric Weiner dan berada di dalam rumah produksi Nickelodeon.
Dora tokoh utama serial ini, adalah seorang gadis kecil yang baik hati dan senang menjelajah. Ia selalu ditemani oleh Boots, seekor monyet. Mereka berdua menjelajah untuk membantu seorang teman atau mencari sesuatu yang mereka butuhkan. Arah penjelajahan mereka biasanya dibimbing oleh peta yang saat tidak digunakan tersimpan dalam ransel milik Dora. Selain peta, di dalam ransel Dora juga terdapat berbagai benda yang dibutuhkan dalam penjelajahan mereka. Sepanjang perjalanan mereka akan dibantu oleh beberapa teman yang akan membantu, seperti keluarga dan saudara Dora, juga binatang-binatang, tumbuhan, atau benda yang bisa berbicara lainnya. Satu-satunya yang sering menghambat perjalanan mereka adalah Swiper, seekor musang. Ia suka mencuri barang-barang yang dibutuhkan dalam perjalanan.
Dalam penjelajahannya, Dora banyak mengajak penonton untuk "turut" membantunya, seperti mengajak anak-anak yang menjadi penontonnya untuk menjawab pertanyaan Dora, membantu menghitung, memilih jalan atau benda yang mereka butuhkan dari beberapa alternatif pilihan, mencari benda yang tersembunyi, atau memperingatkan bila Swiper mendekat. Keterlibatan berlanjut dengan munculnya anak panah menyerupai penunjuk tetikus dalam komputer, sehingga penonton seolah bisa melakukan pilihan atau menunjuk sesuatu.Di akhir perjalanan, ketika tujuan mereka sudah tercapai, Dora biasanya merayakan keberhasilannya dengan menyanyikan lagu keberhasilan. Dora pun akan menanyakan pada penonton bagian mana dari perjalanannya yang paling disukai.
Pembelajaran problem solving anak dengan kartun Dora The Explorer
Dari penggambaran tentang film kartun Dora diatas, terlihat pembelajaran untuk anak agar dapat bersahabat dengan hewan, yaitu sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan dan tidak menyakitinya. Anak - anak diberi contoh untuk saling membantu orang yang sedang kesusahan. Anak – anak juga diajak berpetualang bersama Dora. Menyiapkan barang - barang untuk berpetualang, membaca peta dan dalam kartun Dora sering terselipkan kata - kata dalam bahasa Inggris untuk belajar contohnya “well done” ketika Dora berhasil melakukan sesuatu.
Pembelajaran yang terkandung dalam kartun Dora beraneka ragam, mulai dari belajar bahasa Inggris, bagaimana cara bersikap terhadap sesama makhluk Tuhan, membantu sesama yang sedang kesulitan, melarang hal yang tidak baik misalnya mencuri, mengapresiasikan keceriaan agar tidak terlalu berlebihan dan sesuai pada tempat atau situasinya, mengajarkan agar tidak putus asa dalam menghadapi masalah, mengajarkan anak agar tetap tenang dan berani dalam setiap situasi, belajar untuk mengambil keputusan, belajar mengenal macam – macam perasaan, belajar berempati, belajar untuk mengenal pilihan alternatif, dan belajar untuk mengingat kembali hal yang berkesan. Dengan problem solving yang ditunjukan dalam setiap permasalahan yang menghadang dalam kartun Dora maka anak - anak akan belajar untuk mengelola emosi dengan baik dalam menyelesaikan masalah dan lambat laun akan membentuk suatu kecerdasan emosi yang lebih profesional.
Pada dasarnya anak-anak lebih senang untuk melakukan apa yang dilihat dan didengar. Anak-anak memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyesuaikan tingkah lakunya dengan apa yang diamati di sekitarnya (patut diingat, perubahan-perubahan mental paling besar terjadi pada masa kanak-kanak, yaitu pada saat otak mengalami pertumbuhan pesat). Metode audio visual ini memperlihatkan sikap yang harus ditiru anak tanpa dengan cara menasehati mereka karena anak-anak sering lupa dengan apa yang diperintahkan orang dewasa terhadap dirinya. Hanya dengan audio semata atau semacam ceramah/nasehat, mereka akan segera lupa jika mereka tidak melihat contoh suatu sikap yang sesuai dengan isi ceramah/nasehat tersebut sedangkan jika mereka melihat contoh suatu sikap secara berulang maka besar kemungkinan mereka akan mencontoh sikap tersebut.
Menurut teori belajar sosial (Social Learning Theory) yang dikemukan Albert Bandura, yaitu seseorang belajar bukan saja dari pengalaman langsung, melainkan juga dari peniruan dan peneladanan. Pembelajaran terjadi dengan cara menunjukkan tanggapan (response) dan mengalami efek-efek yang timbul. Proses belajar ini diperkuat oleh peneguhan (reinforcement) dimana tanggapan akan diulangi (retention) jika seseorang mendapat ganjaran (reward) dan dihentikan jika yang diperoleh hukuman (punishment) atau jika tanggapan tidak membawa ke tujuan yang dikehendaki.
Selain teori belajar sosial, keterkaitan antara menonton film kartun dengan kecerdasan emosional anak dapat pula dianalisa dengan teori S-O-R (stimulus – organism – response). Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan dalam proses komunikasi massa adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga dapat diperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Tayangan film (termasuk film kartun) merupakan stimulus khusus, individu anak merupakan organism dan sikap anak terhadap tayangan film yang ditontonnya merupakan bentuk response. Kecakapan emosional dan sosial anak adalah kelanjutan dari response anak terhadap tayangan film kartun yang ditontonnya.
Jadi, keterampilan problem solving dari kecakapan emosi yang merupakan interpretasi dari kecerdasan emosional dapat anak pelajari dari salah satu kartun edukasi anak yang berjudul “Dora The Explorer”. Pembelajaran ini tersampaikan pada anak melalui pembelajaran sosial, metode audio visual dan sistem S-O-R (stimulus – organism – response). Pembelajaran tentang problem solving ini dilatih sejak dini agar anak dapat mengatasi masalah dalam tugas perkembangannya dengan baik.
Solusi yang tepat untuk masalah ini adalah dengan cara orang tua mengawasi anak menonton kartun edukasi yang tepat, kartun yang ditonton harus sesuai dengan perkembangannya atau masa perkembangannya, contohnya kartun “Dora The Explorer” untuk anak – anak yang berada pada awal masa anak. Orang tua pun seharusnya menjadwalkan anak dalam sehari menonton kartun hanya dalam intensitas sedang atau cukup yang tidak lebih dari 30 menit setiap kali menonton film kartun karena menurut penelitian bahwa anak yang menonton kartun dalam intensitas sedang dapat mengusai keterampilan problem solving lebih baik daripada anak yang menonton dalam intensitas rendah dan intensitas tinggi. Keterampilan problem solving yang ditunjukan pun lebih tanggap, cepat, unik, dan kreatif dibandingkan dengan teman sebaya-nya.
Kesimpulan
Pembelajaran kecerdasan emosional anak yang akan menimbulkan kecakapan emosi anak dalam keterampilan problem solving akan berdampak positif jika kartun yang dipilih sesuai dengan usianya dan ditonton dengan intensitas cukup atau sedang. Jadi, pembelajaran pada kartun “Dora The Explorer” dapat dijadikan sebagai salah satu pembelajaran problem solving yang efektif bagi anak khususnya pada awal masa anak agar anak dapat mengatasi tugas perkembangannya dengan baik.
Daftar Pustaka
Santrock, Jhon W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta : Penerbit Erlangga
Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
Abdullah, Asmar. (2009). “Film Kartun dan Kecerdasan Anak”. [Online] Tersedia di : http://rumahsejutaide.wordpress.com [3 Desember 2010]
Adminwikipedia. (2004). “Dora The Explorer”. [Online] Tersedia di : http://id.wikipedia.org [3 Desember 2010]
Rachman, Eileen. (2005). Mengoptimalkan Kecerdasan Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar